0

Konstipasi Kronis

Tulisan ini bermaksud membahas tentang konstipasi kronis. Definisi, kriteria konstipasi kronis  khususnya fungsional termasuk tata lakasananya akan diuraikan. Konstipasi yang sesekali terjadi pada anak khususnya bayi (biasanya karena pemberian susu formula atau saat pengenalan MPASI) tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Penggunaan pencahar, diet makanan tertentu, dan olahraga/aktivitas fisik (exercise) biasanya dapat memulihkan kondisi konstipasi seperti ini.

PENDAHULUAN

Konstipasi merupakan salah satu keluhan yang cukup kerap dilontarkan orangtua ketika mendatangi dokter anak (berkisar 4-36%).  Sejauh ini beberapa ahli memberikan batasan berbeda-beda tentang konstipasi kronis. Laporan yang ada tentang frekuensi gerakan usus (bowel mowement) normal yang menandakan keinginan buang air besar (BAB) adalah sebagai berikut:

Umur

Gerakan Usus Perminggu Gerakan Usus Perhari
0 – 3 bulan
  • ASI

5 – 40

2,9

  • Susu formula

5 – 28

2,0

6 – 12 bulan

5 – 28

1,4

1 – 3 tahun

4 – 21

1,8

Lebih dari 3 tahun

3 – 14

1,0

Konstipasi kronis berdasarkan penyebabnya dibagi dua:

  1. Konstipasi non-fungsional yaitu konstipasi yang disertai kondisi patologis
  2. Konstipasi fungsional, yaitu konstipasi yang tidak disertai kondisi patologis

Anak dicurigai menderita konstipasi non-fungsional (ada kelainan patologis) bila disertai gejala/tanda sebagai berikut

  • Demam
  • Muntah
  • Gangguan pertumbuhan/perkembangan
  • BAB disertai darah
  • Riwayat meconium (BAB warna kehitaman pada bayi) pertama kurang dari 24 jam.

 DEFINISI/KRITERIA KONSTIPASI FUNGSIONAL

 Sedangkan definisi konstipasi fungsional sendiri ada beberapa, diantaranya menurut:

A.     ROME III:

Kriteria konstipasi fungsional menurut ROME III dibedakan berdasar usia anak, yaitu:

Anak > 4 tahun

 Bila didapatkan 2 atau lebih gejala/tanda minimal 1 kali dalam 1 minggu dan paling tidak selama 2 bulan:

  • BAB < 2 kali seminggu
  • Paling tidak satu kali tidak bisa menahan BAB (fecal incontinence)
  • Riwayat memposisikan diri untuk menahan BAB
  • Riwayat nyeri saat BAB atau saat gerakan usus
  • Terdapat feses besar pada rectum
  • Riwayat buang kotoran yang besar seringkali menyumbat toilet

Anak < 4 tahun

Bila didapatkan 2 atau lebih gejala/tanda berikut paling tidak selama 1 bulan:

  • BAB < 2 kali seminggu
  • Paling tidak satu kali tidak bisa menahan BAB (fecal incontinence) bila sebelumnya sudah bisa mengontrol BAB
  • Riwayat retensi feses berlebihan
  • Riwayat nyeri saat BAB atau saat gerakan usus
  • Terdapat feses besar pada rectum
  • Riwayat buang kotoran yang besar seringkali menyumbat toilet

Secara umum keluhan lain yang sering ikut menyertai diantaranya adalah anak rewel, malas makan/mudah merasa kenyang. Namun demikian keluhan ini tidak termasuk dalam kriteria diatas

Catatan tentang fecal incontinence (kecerit, bhs Jawa, red)

The Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology Group (PACCT) membedakan fecal incontinence sebagai dua yaitu, Soiling dan Encopresis. Soiling sebagai BAB yang tidak disengaja sehingga memberikan flek di celana pada anak usia 4 tahun atau lebih. Sedangkan Encopresis adalah pengeluaran feses yang tidak terkendali (sehingga berak di celana). Perbedaan antara encopresis dan soiling hanya pada besar/kuantitas feses.

B. IOWA.

Berdasarkan kriteria IOWA, dikatakan konstipasi pada anak > 2 tahun bila didapatkan dua atau lebih tanda/gejala berikut selama 8 minggu:

  • Satu atau lebih gejala inkontinensia dalam 1 minggu
  • Feses keras rektum atau saat pemeriksaan perut
  • Feses besar yang seringkali menyumbat toilet
  • Riwayat memposisikan diri untuk menahan BAB
  • Nyeri saat BAB
  • Gerakan usus < 3 kali seminggu

C. North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (NASPGHAN, 2006) secara ringkas mendefinisikan konstipasi sebagai keterlambatan atau kesulitan BAB yang terjadi selama 2 minggu atau lebih, dan kondisi tersebut memyebabkan distress/masalah pada pasien.

MEKANISME DEFEKASI/BAB

Di dalam usus (kolon), yang merupakan organ yang disusun oleh otot, lebih dari 90% air telah diserap ketika makanan memasukinya besar. Meskipun makanan yang dimakan dapat mencapai kolon dalam waktu 2 jam, akan tetapi kira-kira butuh 2 – 5 hari untuk dikeluarkan lewat buang air besar (BAB). Perubahan dari cair ke semi padat terjadi pada bagian kolon transversal. Bagian kolon descendent merupakan saluran yang menghubungkan ke rektum, sebuah area penampungan dimana penyerapan masih terjadi. Pengisian dan regangan rectum oleh feses akan menghasilkan:

  1. Peningkatan peristaltic usus
  2. Relaksasi sphincter anus bagian dalam
  3. Sensasi buang air besar

Adanya distensi di rektum memacu gelombang kontraksi dari rektum dan defekasi dapat berlangsung sempurna seiring meningkatnya tekanan intraabdominal, menutupnya glottis fiksasi diafragma dan kontraksi abdomen (mengejan) dimana semuanya membantu mendorong tinja melewati saluran anal yang dilanjutkan dengan keluarnya gas, cairan atau feses.

Kondisi tersebut tidak serta merta menyebabkan BAB karena sphincter anus bagian luar hanya membuka bila secara sadar dikehendaki.  Mekanisme pengontrolan karena sphincter anus sudah ada pada bayi. Seiring perjalanan waktu akan terjadi proses pembelajaran kapan saat yang tepat untuk BAB (toilet training). Problem pada BAB akan terjadi bila terdapat masalah fisik dan atau perilaku. Gerakan usus yang menandakan kehendak untuk BAB dihalangi dengan cara menahan proses tersebut maka gerakan usus tadi perlahan akan berkurang dan menghilang. Bila hal ini terjadi berulang-ulang akan terjadi penumpukan feses pada rectum bahkan sampai ke kolon. Penumpukan berlebihan feses akan meyebabkan regangan berlebihan dari rectum yang selanjutnya menyebabkan penurunan peristaltic usus.

Secara ringkas, gejala dan tanda konstipasi fungsional adalah sebagai berikut

  1. BAB tidak teratur
  2. Nyeri saat BAB
  3. Soilling (keceret)
  4. Perilaku menahan BAB
  5. Darah dalam tinja
  6. Ngompol atau gejala terkait dengan kencing

(lihat kriteria diagnosis konstipasi fungsional)

DIAGNOSIS

Bila ada gangguan perkembangan dan atau pertumbuhan, maka kemungkinan didapatkan masalah organik atau adanya penyakit yang menyertai (Baca: Dicurigai konstipasi non-fungsional (ada kelainan patologis) bila disertai gejala/tanda). Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik perlu dikerjakan dengan seksama oleh dokter yang berpengalaman dengan anak. Status nutrisi perlu dihitung berdasarkan data tinggi badan dan berat badan. Periksaan foto rongent, laboratorium dan penunjang yang lain  dikerjakan bila ada indikasi.

TATA LAKSANA

Laporan dari Virginia (USA) menyebutkan sekitar 86% dokter di pelayanan pertama memberikan penanganan yang kurang adekuat, sehingga hampir 40% pasien tetap mengeluh konstipasi setelah 2 bulan.

Penanganan konstipasi fungsional sendiri cukup kompleks yaitu meliputi:

  1. Konsulatasi dan penyuluhan
  2. Toilet training
  3. Latihan fisik, mereka yang kurang aktivitas fisik akan lebih mudah mengalami konstipasi
  4. Diet, cukup cairan dan serat
  5. Oral laksans (pencahar)
  6. Behavioural treatment
  7. Habit training
  8. Biofeedback training
  9. Psikologis
  10. Bedah
  11. Fisik

PENGGUNAAN LAKSAN/PENCAHAR

Penggunaan laksan ditujukan untuk dua hal penting, pertama untuk disimpaction (evakuasi kotoran) yang bertujuan untuk mengeluarkan material kotoran yang keras. Kedua untuk rumatan, dengan tujuan terbentuk material kotoran yang cukup optimal untuk merangsang gerakan usus yang adekuat. Pemberian laksan rumatan bisa memerlukan waktu cukup lama sampai toilet training terbentuk dan proses BAB sudak tidak membuat anak ketakutan/stress.

KESALAHPAHAMAN TENTANG KONSTIPASI

  1. Konstipasi dapat disembuhkan cukup dengan obat. Kegagalan terapi karena baik dokter maupun orang tua kurang memperhatikan bahwa obat hanya merupakan aspek tambahan saja dalam penatalaksanaan
  2. Obat pencahar menyebabkan ketergantungan. Perlu diingat, pencahar hanya merupakan bagian dari terapi, jadi jika dihentikan maka wajar jika keluhan muncul lagi karena  modalitas terapi yang lain tidak dijalankan (Lihat: Tata Laksana).
  3. Konstipasi disebabkan asupan serat yang kurang. Serat memang diperlukan untuk membentuk feses (debulking), tetapi penelitian yang ada menunjukan bahwa konstipasi kronis juga terjadi pada mereka yang diet serat cukup tinggi dan sebaliknya mereka yang diet rendah serat banyak yang tidak mengalami konstipasi

 KESIMPULAN

Konstipasi merupakan keluhan yang cukup kerap terjadi pada anak, namun jika hanya terjadi sesekali maka orangtua tidak perlu terlalu khawatir. Penggunaan obat pencahar tanpa resep dokter diperbolehkan tetapi perhatikan aturan pakainya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan konstipasi. Apabila terjadi konstipasi kronis, orangtua harap segera menghubungi dokter yang berpengalaman. Penggunaan pencahar/obat hanya merupakan salah satu bagian dari pengobatan, peran orang tua/pengasuh sangat penting dalam penatalaksanaan terapi disamping dokter yang berpengalaman.

Dr. Ferry Andian Sumirat, MSc. SpA

REFERENSI

  1. G S Clayden, A S Keshtgar, I Carcani-Rathwell, A Abhyankar, Archiv Dis Child Educ Pract Ed 2005;90:Ep58–Ep67
  2. Daisy A. Arce, M.D., Carlos A. Ermocilla, M.D., And Hildegardo Costa, M.D., Am Fam Physician 2002;65:2283-90,2293,2295-6
  3. Afzal N.A.,  Tighe M.P., &  Thomson M.A., 2011, Constipation in Children, Italian Journal Of Pediatric 37: 28
  4. Paul E. Hyman, Peter J. Milla, Marc A. Benninga, Geoff P. Davidson, David F. Fleisher, and Jan Taminiau, Gastroenterology 2006;130:1519–1526
  5. Rasquin, A., Lorenzo, C.D., Forbes, D., Guiraldes, E., Hyams, J.S., Staiano, A. & Walker, L.S., 2006, Childhood Functional Gastrointestinal Disorders: Child/Adolescent, Gastroenterology 130:1527–1537
  6. Carin L. Cunningham, Pediatric Gastrointestinaldisorders Biopsychosocial Assessment And Treatment, 2005